sss

https://lh4.googleusercontent.com/-AATBesHA_58/T6voG34RR1I/AAAAAAAAACs/-hpEo0gi_lY/s144/Foto-0147.jpg https://lh6.googleusercontent.com/-cbPxXrx3heQ/T7ER3VoT9JI/AAAAAAAAAGQ/mFzJ1vTyj1Q/s144/ma%2520desi.jpg https://lh3.googleusercontent.com/-gG9KxE2wE7w/T7ER-rQLCeI/AAAAAAAAAGY/vC7_GyBd7aw/s144/PIC_11-12-31_11-12-45.jpg https://lh6.googleusercontent.com/-QGOTVgo7WPY/T7ESH2-tliI/AAAAAAAAAGo/Ju0vqC77mFY/s144/tugu.jpg https://lh3.googleusercontent.com/-dT8o5VAj3Qk/T7ES-t3_PLI/AAAAAAAAAG4/sjdgSnSD1jA/s144/edit.jpg https://lh4.googleusercontent.com/-5L5UWIuwzXE/T7EXkq0YFXI/AAAAAAAAAHc/jG_tVCY4Ufo/s144/2011-11-26%252010.27.17.jpg https://lh3.googleusercontent.com/-dT8o5VAj3Qk/T7ES-t3_PLI/AAAAAAAAAG4/sjdgSnSD1jA/s144/edit.jpg https://lh6.googleusercontent.com/-COg-qWUsJ9U/T7EcoDhMv2I/AAAAAAAAAHo/yaT-Xtr3RrE/s144/2011-11-26%252010.32.39.jpg

Terima kasih anda sudah berkunjung di Website Memel adja | Semoga Isi dari Blog ini bermanfaat bagi kita semua | Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda |

Kamis, 10 Mei 2012

Transaksi Istishna

BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian Akad Istishna dan Penggunaanya
Bai’ al Istishna’ atau biasa disebut dengan Istihna’ merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, Mustashni’) dan penjual (pembuat, Shani’).[1]
Adapun Pengertian Istishna menurut Beberapa Ulama:
·         Menurut pendapat fuqaha’  Istishna ialah meminta pembuat melakukan sesuatu yang khusus atas cara yang khusus. Atau ia merupakan akad meminta melakukan sesuatu (memesan) atas pekerjaan sesuatu yang telah ditentukan pada tanggungannya yakni kontrak membeli sesuatu apa yang dipesan olehnya kepada pembuat pesanan. 
·         Mazhab Hanafi mendefinisikan Al-Istisna' sebagai akad terhadap barang yang dipesan secara hutang dengan syarat si pembuat mengikuti keinginan pembeli. [2]

Transaksi ini memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal yang dibeli belum ada pada saat transaksi, melainkan harus dilunasi terlebih dahulu. Dan dalam transaksi salam barangnya adalah hasil dari pertanian sedangkan dalam Istishna biasanya barang manufaktur. Dalam pembayarannya Istishna dapat di bayarkan dimuka, melalui cicilan, atau di tangguhkan sampai waktu pada masa yang akan datang.[3] Namun ada juga yang berpendapat beda menurut Fuqaha’ Hanafi Istishna' dikategorikan sebagai jual beli sesuatu dengan  suatu syarat. Bagi mereka jual beli istisna' tidak sama dengan jual beli salam. Begitu juga dengan pendapat fuqaha’ Hanbali yang berpendapat bahwa al-istishna' tidak sama dengan jual beli salam. Fuqaha’ Hanbali mendefinisikan istishna sebagai jual beli sesuatu dengan syarat. Sedangkan fuqaha’ bermazhab Maliki dan Syafi’i mengkategorikan istishna' sama dengan Bai' al-salam. Konsep al-istishna' sama dengan Bai' salam yaitu kedua-duanya merupakan unsur niaga pemesanan barang, yang membedakan antara kedua prinsip tersebut ialah jenis-jenis barang yang dipesan. Hal ini dilihat bahwa jenis-jenis barang yang dipesan di dalam jual beli salam adalah lebih umum dibanding barang yang dipesan di dalam al-istishna yang dipesan yang berbentuk khusus dan biasanya tidak banyak beredar dipasaran atau tidak pasaran. [4]

Penggunaan akad Istishna’ oleh bank syariah di Indonesia relative masih minim. Akan tetapi, seiring dengan makin meningkatnya jenis barang yang baru dilunasi setelah adanya pesanan dari pembeli sangat dimungkinkan akad istishna’ juga makin meningkat penggunaanya.[5]
2.2              Jenis Akad Istishna
Menurut jenisnya  akad Istishna dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:[6]
·         Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat, shani)
Skema istishna
Keterangan:
1)      Melakukan akad Istishna
2)      Barang diserahkan kepada pembeli
3)      Pembayaran dilakukan oleh pembeli
·         Istishna Paralel adalah suatu bentuk akad Istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontrak) yang dapat memenuhi aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad Istishna pertama (antara penjual dan pemesan) tidak bergantung pada istishna kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu akad antara pemesan dengan penjual  dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.
Skema Istishna’ Paralel
Keterangan:
1)      Melakukan akad Istishna’
2)      Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
3)      Barang diserahkan dari produsen
4)      Barang diserahkan kepada pembeli
5)      Pembayaran dilakukan oleh pembeli




2.3              Dasar Hukum
Landasan Syariah:[7]
Dari Al-Qur’an: al Baqarah ayat 282
يا أيها الذين ءامنوا إذا تداينتم بدين إلي أجل مسمي فاكتبوه .......
Artinya: wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang dengan waktu yang telah di tentukan, maka tuliskanlah hutang tersebut……
Dari Hadits:
من أسلف في شئ ففي كيل معلوم ووزن معلوم إلي أجل معلوم ( أخرجه الأئمة الستة)
“ Barang siapa yang melakukan salaf, hendaknya melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang telah diketahui.
Amr bin ‘Auf berkata: [8]
            “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengaharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi).
Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Tidak Boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain. “ (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, dan yang lain)
Masyarakat telah mempraktikan Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama seakli. Hal demikian menjadikan Istishna sebagai kasus ijmak atau consensus umum. Istishna atau aturan syariah. Segala sesuatu yang memiliki kemaslahatan atau kemanfaatan bagi umum serta tidak dilarang syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal tersebut telah di praktikkan secara umum atau tidak.

2.4              Ketentuan Syar’I, Rukun dan Syarat Transaksi, dan Pengawasan Syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
·         Ketentuan Syar’I Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel
Menurut Mazhab Hanafi, Istishna’ hukumnya boleh kerena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’I transaksi istishna’ Diatur dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/200 tentang jual beli istishna’. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena Istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi Istishna. Ketentuan-ketentuan tersebut akan dibahas dalam aspek rukun istishna berikut.[9]
·         Rukun Transaksi Istishna
Rukun  Transaksi Istishna meliputi:
a.       Transaktor (pembeli/mustashni’) dan penjual (shani’)
b.      Objek barang (meliputi barang dan harga barang Istishna’)
c.       Ijab dan qabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna’ kedua belah pihak
·         Rukun Transaksi Istishna’ Paralel
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 6 tahun 200 disbutkan bahwa akad istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setalah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad istishna’ pertama juga brlaku pada akad Istishna kedua


·         Syarat Transaksi Istishna’
a)   Pihak yang melakukan akad cakap hukum dan ridho/ suka sama suka.
b)   Bebas riba
c)   Barang (obyek yang dibiayai)
-  Barang itu ada meskipun tidak ditempat.
-  Barang itu milik sah si penjual/ bank.
-  Tidak termasuk sebagai objek yang diharamkan sebagai objek jual beli.
-  Barang tersebut sesuai dengan pernyataan penjual.
d)   Harga dan keuntungan
-  Harga jual bank adalah harga perolehan ditambah harga keuntungan.
-  Keuntungan yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah.
-  Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
-  Sistem pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama.
e)   Bank dapat meminta agunan tambahan atas fasilitas yang diberikan.

·         Pengawasan  syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli Istishna dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
a)      Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam;
b)      Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati
c)      Memastikan bahwa akad Istishna dan Istishna parallel dibuat dalam akad yang terpisah
d)      Memastikan bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain:
1)      Kedua belah  pihak setuju untuk menghentikan akad istishna’
2)      Akad Istishna’ batal demi hukum karena kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menurut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli Istishna’ dan Istishna’ parallel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi  agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

2.5              Perlakuan Akuntansi
·         Akuntansi Penjual[10]
Pengakuan untuk asset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi dan biaya serta pendapatan asset dapat di identifikasi terpisah, maka akan dianggap akad terpisah. Jika tidak maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan tambahan dan sifatnya signifikan  atau dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad terpisah
Biaya perolehan Istishna’ terdiri atas:
a.       biaya langsung yaitu: bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan, atau tagihan prosedur/kontraktor pada entitas untuk Istishna parallel
b.      biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan biaya pra akad
c.       khusus untuk istishna’ parallel: seluruh biaya akibat produsen/kontraktor tidak dapat memenuhi kewajiban jika ada.
Biaya perolehan/pengeluaran selama pembangunan atau tagihan yang diterima dari produsen/kontraktor akan diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian, sehingga jurnal yang dilakukan bila entitas melakukan pengeluaran untuk akad istishna’ adalah:

Dr. Aset Istishna’ dalam penyelesaian                xxx
   Kr. Persediaan, Kas, Utang, dan Lain-lain                   xxx
Untuk akun yang kredit akan tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban akad tersebut.
Beban pra akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati. Jika tidak disepakati maka biaya tersbut dibebankan pada periode berjalan.
Saat dikeluarkan baiya pra akad, dicatat:
Dr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan                                              xxx
         Kr. Kas                                                                                          xxx
Jika akad disepakati, maka dicatat:
Dr. Beban Istishna’                                                                     xxx
         Kr. Biaya Pra Akad Di tangguhkan                                                xxx
Jika akad tidak disepakati, maka dicatat:
Dr. Beban                                                                                   xxx
         Kr. Biaya Pra Akad Ditangguhkan                                                 xxx

·         Akuntansi Pembeli[11]
a.  Pembelian mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Jurnal:

Dr. Aset Istishna’ dalam Penyelesaian                                        xxx  
 Kr.  Utang kepada penjual                                                               xxx   
b.      Aset Istishna yang diperolh melalui Transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar: baiya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban  istishna’ tangguh.
Dr. Aset Istishna’ dalam penylesaian (sebesar nilai tunai)                      xxx
Dr. Beban Istishna’ tangguh (selisih nilai tunai dengan Harga beli)         xxx
      Kr. Utang kepada Penjual                                                                 xxx

2.6              PENYAJIAN
Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
a)      Piutang istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
b)      Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
a)      Hutang ishtishna' sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b)      Aset istishna' dalam penyelesaian sebesar:
                                i.            presentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna' paralel; atau
                              ii.            kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna'.

                       



2.7              PENGUNGKAPAN
Entitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
a)      metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak istishna';
b)      metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang berjalan;
c)      rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan kualitas piutang;
d)      rincian hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan
pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan SyariahEntitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
e)      metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak istishna';
f)       metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang berjalan;
g)      rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan kualitas piutang;
h)      rincian hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan
pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah


[1] Rizal Yaya, Dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba mpat, 2009) Hal.254
[3] Rizal Yaya, Dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Hal.254
[5] Rizal Yaya, Dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Hal.254
[6] Sri Nurhayati,-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, edisi revisi 2 (Jakarta: Salemba empat, 2011) hal. 210
[7] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta:GIP), hal 108
[8] Sri Nurhayati,-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Hal.212
[9] Rizal Yaya, Dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Hal.254
[10]  Sri Nurhayati,-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Hal.214-215
[11] Sri Nurhayati,-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia. Hal.217

1 komentar:

assalamu'alaikum,
gan gambar skemanya kok kg da???

Posting Komentar